Apa yang paling menarik dari berbisnis? Ada yang memandang bisnis sebagai jembatan menuju kaya raya dan gemerlap. Ada pula yang melihat bisnis sebagai instrumen mengumpulkan uang dan digunakan untuk kaum fakir. Ada yang melihat bisnis bukan semata sebagai cara meraih laba, tetapi sebagai seni dan pentas untuk berekspresi.
Para penganut paham yang terakhir ini menjalani bisnis dengan penuh sukacita. Bisnis dijalani karena senang, tidak semata karena akan memperoleh uang.
Ada seorang pebisnis mobil mewah di DKI Jakarta yang menjual mobil dengan harga di atas satu miliar rupiah. Si pebisnis, sebut saja Syarif. Orangnya riang, penuh tawa, dan pengetahuannya tinggi soal mobil. Karena ramah, baik hati, suka menolong, dan cerdas, ia disukai peminat mobil mewah.
Suatu hari ada dua hartawan datang ke ruang pamer mobil Syarif. Dia pun mengajak mereka duduk sambil ”ngupi-ngupi” dan menikmati kudapan. Saat itu, kedua hartawan itu mengutarakan niatnya membeli mobil dengan tipe dan spesifikasi tertentu. Syarif panjang lebar menjelaskan mobil dengan spesifikasi itu. Setelah menjelaskan, Syarif menyatakan bahwa mobil yang dicari itu tidak ada di perusahaannya. Mobil itu dijual oleh perusahaan A dengan ruang pamer di Jalan B.
Kedua hartawan itu puas. Mereka pun kagum pada cara Syarif menjelaskan. Kagum pada pengetahuannya soal mobil berkelas, kagum pada jamuannya yang hangat, ataupun sikapnya yang tidak menyatakan mobilnya terbaik, kendati itu amat penting baginya. ”He-he-he, santai saja, emang bukan rezeki saya kok,” kata Syarif, Kamis (31/1/2013).
Lima hari berturut-turut, Syarif mendapat konsumen dengan keinginan yang sama. Dan lima kali pula Syarif menyampaikan bahwa mobil yang mereka cari tidak ada di ruang pamernya. Namun, Syarif tetap menjamu konsumen tersebut.
Sikap ini membuat stafnya gerah. Bahkan ada yang terang-terangan protes. Apa jawab Syarif? ”Eh, kalian jangan jadi pedagang atau eksekutif ’cemen’. Kalau memang kalian profesional, kalian tidak akan menyatakan produk lain yang memang bagus, sebagai produk jelek. Seorang profesional harus bersikap profesional pula,” katanya.
Staf Syarif berdecak kagum ketika beberapa hari kemudian para hartawan itu datang lagi dengan temannya. Mereka membeli 12 unit mobil di atas Rp 1,5 miliar per unit.
Ini tidak membuat Syarif jadi pongah. Ia sujud syukur. Syarif mengatakan, berbisnis memang perlu seni. Berbisnis mesti dilakukan dengan sukacita, penuh senyum, dan tawa. Kalau tidak ada pembeli? Tetap saja tertawa sambil mencari jalan keluar.
Source: Kompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar